1.PENGERTIAN
Manajemen laba didefinisikan sebagai usaha
manajer untuk melakukan manipulasi laporan keuangan dengan sengaja dalam
batasan yang dibolehkan oleh prinsip-prinsip akuntansi yang bertujuan
untuk memberikan informasi yang menyesatkan kepada para pengguna laporan
keuangan untuk kepentingan para manajer (Meutia, 2004). Menurut
Sulistyanto (2008) dalam Nuraini (2012), manajemen laba dilakukan dengan
mempermainkan komponen-komponen akrual dalam laporan keuangan, sebab
pada komponen akrual dapat dilakukan permainan angka melalui metode
akuntansi yang digunakan sesuai dengan keinginan orang yang melakukan
pencatatan dan penyusunan laporan keuangan.
Komponan akrual
merupakan komponen yang tidak memerlukan bukti kas secara fisik sehingga
mempermainkan besar kecilnya komponen akrual tidak harus disertai
dengan kas yang diterima atau dikeluarkan perusahaan (Sulistyanto, 2008
dalam Nuraini, 2012). Sugiri (1998) dalam Arif (2012) mendefinisikan
manajemen laba sebagai perilaku manajer yang bermain dalam komponen
discretionary accruals dalam menentukan besar labanya. Walaupun tidak
menyalahi prinsip-prinsip akuntansi yang diterima umum namun ini dapat
mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat pada laporan keuangan
eksternal dan menghalangi kompetensi aliran modal di pasar modal (Scott
et al., 2001 dalam Meutia, 2004).
Manajemen laba dalam lingkup
yang lebih luas dapat didefiniskan sebagai tindakan manajer dalam
meningkatkan (menurunkan) laba saat ini atas suatu usaha dan manajer
bertanggung jawab tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan)
profitabilitas ekonomi jangka panjang unit tersebut (Sugiri, 1998 dalam
Arif, 2012). Menurut Scott (2003) terdapat dua cara untuk mamahami
manajemen laba.
Pertama, sebagai perilaku oportunistik manajemen
untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kompensasi, kontrak
utang dan biaya politik.
Kedua, memandang manajemen laba dari
perspektif kontrak efisien, yaitu manajemen laba memberi manajer suatu
fleksibilitas untuk melindungi diri mereka sendiri dan perusahaan dalam
mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan semua
pihak yang terlibat dalam kontrak.
Manajemen laba memiliki pola-pola
tertentu di dalam prakteknya. Menurut Scott (2003) manajemen laba
dilakukan dengan pola sebagai berikut :
1. Taking a bath
Pola manajemen laba yang melaporkan laba pada periode berjalan dengan nilai yang sangat rendah atau sangat tinggi.
2. Income minimization
Pola
manajemen ini seperti taking a bath tapi tidak se-ekstrim pola taking a
bath. Menjadikan laba di periode berjalan lebih rendah dari pada laba
sesungguhnya.
3. Income maximization
Pola manajemen laba ini berkebalikan dengan income minimization. Melaporkan laba lebih tinggi dari pada laba sesungguhnya.
4. Income smoothing
Pola manajemen laba yang paling menarik yaitu dengan cara melaporkan
tingkatan laba yang cenderung berfluktualisasi yang normal pada
periode-periode tertentu. Tindakan para manajer perusahaan yang
melakukan pemanipulasian laporan keuangan dengan menaikkan (menurunkan)
laba perusahaan dinilai merugikan para pengguna laporan keuangan.
Praktik manajemen laba dapat membuat para investor mengambil keputusan
investasi yang salah. Manajer perusahaan memiliki motivasi-motivasi
tertentu dalam memanipulasi data keuangan perusahaan. Scott (2003)
menemukan beberapa motivasi terjadinya manajemen laba, yaitu:
a. Bonus purposes
Manajer akan melakukan tindakan oportunistik dengan memaksimalkan laba
saat ini untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan pribadi.
b. Political motivation
Banyak perusahaan memiliki politik yang terlihat. Terutama untuk
perusahaan yang menaungi hajat hidup banyak orang seperti perusahaan
minyak, gas, dll. Beberapa perusahaan melakukan earnings management
untuk mengurangi visibilitasnya.
c. Taxation motivation
Pajak pendapatan mungkin motivasi yang paling nyata dari manajemen laba.
Otoritas perpajakan cenderung memaksakan peraturan akuntansi mereka
dalam menghitung pajak pendapatan, mengurangi ruang lingkup perusahaan
untuk melakukan manuver.
4. Perubahan CEO
Beberapa dari
motivasi manajemen laba ada pada saat adanya perubahan CEO. Hipotesis
perencanaan bonus memprediksikan bahwa pengunduran diri CEO akan
beberapa terlibat dalam strategi maksimalisasi laba untuk meningkatkan
bonus mereka.
5. IPO
Perusahaan yang akan melakukan IPO
belum memiliki nilai pasar yang telah terbangun. Dan memungkinkan
manajer dari perusahaan going public akan melakukan manajemen laba untuk
menaikkan harga saham mereka.
6. Informasi kepada investor
Manajemen
tipikalnya akan memberikan informasi yang terbaik tentang prospek laba
masa depan kepada investor. Dengan memberikan memberikan estimasi yang
baik pada kekuatan laba maka dapat meningkatkan nilai pasar saham.
2. TUJUAN MANAJEMEN LABA
Manajemen laba dilakukan dengan tujuan
mengelabui pemakai laporan keuangan. Pemahaman ini sejalan dengan teori
agensi yang menyatakan bahwa pemisahan kepemilikan dan pengelolaan
perusahaan akan mendorong manajer berusaha memaksimalkan kesejahteraan,
meski harus mengelabui pihak lain.
ada banyak cara yang dilakukan manajer dalam mempengaruhi laporan keuangan, yang secara singkat dikategorikan sebagai berikut:
Memilih metode dan standar akuntansi
Kebijakan
ini relatif lebih mudah diketahui oleh pemakai laporan keuangan, karena
prosedur yang digunakan manajer dalam menyusun laporan keuangan harus
diungkapkan dengan jelas dalam catatan laporan keuangan bersangkutan,
termasuk jika terjadi perubahan metode dan prosedur akuntansi yang
digunakan.
Mengendalikan berbagai akrual
Kebijakan
ini relatif lebih sulit terdeteksi oleh pemakai laporan keuangan,
sehingga manajer lebih cenderung memilh kebijakan rekayasa dengan
mengendalikan berbagai akrual.
Manajemen laba dilakukan dengan
mempermainkan komponen-komponen akrual dalam laporan keuangan, sebab
akrual merupakan komponen yang mudah untuk dipermainkan sesuai dengan
keinginan orang yang melakukan pencatatan transaksi dan melakukan
penusunan laporan keuangan. Alasannya, komponen akrual merupakan
komponen yang tidak memerlukan bukti kas secara fisik sehinga upaya
mempermainkan besar kecilnya komponen akrual tidak harus disertai dengan
kas yang diterima atau dikeluarkan perusahaan.
Oleh karena itu,
upaya awal untuk memahami manajemen laba adalah dengan memahami dasar
akuntansi yang selama ini diakui dan digunakan secara luas, yaitu
akuntansi bebasis akrual. Basis akuntansi ini merupakan dasar pencatatan
akuntansi yang mewajibkan perusahaan mengakui hak dan kewajiban tanpa
memperhatikan kapan kas akan diterima atau dikeluarkan. Berbeda dengan
akuntansi berbasis kas yang menghitung pada penerimaan dan pengeluaran
kas secara tunai, sehingga prinsip penandingan (matching cost to
revenue) diabaikan. Akibatnya laporan keuangan keuangan berbasis kas
yang dibuat tidak mencerminkan kinerja sesungguhnya suatu perusahaan
selama periode tertentu. Sehingganya metode akuntansi berbasis akrual
lebih diterima, karena memang tidak semua transaksi perusahaan merupakan
transaksi tunai.
MANAJEMEN LABA
1.PENGERTIAN
Manajemen
laba didefinisikan sebagai usaha manajer untuk melakukan manipulasi
laporan keuangan dengan sengaja dalam batasan yang dibolehkan oleh
prinsip-prinsip akuntansi yang bertujuan untuk memberikan informasi yang
menyesatkan kepada para pengguna laporan keuangan untuk kepentingan
para manajer (Meutia, 2004). Menurut Sulistyanto (2008) dalam Nuraini
(2012), manajemen laba dilakukan dengan mempermainkan komponen-komponen
akrual dalam laporan keuangan, sebab pada komponen akrual dapat
dilakukan permainan angka melalui metode akuntansi yang digunakan sesuai
dengan keinginan orang yang melakukan pencatatan dan penyusunan laporan
keuangan.
Komponan akrual merupakan komponen yang tidak memerlukan
bukti kas secara fisik sehingga mempermainkan besar kecilnya komponen
akrual tidak harus disertai dengan kas yang diterima atau dikeluarkan
perusahaan (Sulistyanto, 2008 dalam Nuraini, 2012). Sugiri (1998) dalam
Arif (2012) mendefinisikan manajemen laba sebagai perilaku manajer yang
bermain dalam komponen discretionary accruals dalam menentukan besar
labanya. Walaupun tidak menyalahi prinsip-prinsip akuntansi yang
diterima umum namun ini dapat mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat
pada laporan keuangan eksternal dan menghalangi kompetensi aliran modal
di pasar modal (Scott et al., 2001 dalam Meutia, 2004).
Manajemen
laba dalam lingkup yang lebih luas dapat didefiniskan sebagai tindakan
manajer dalam meningkatkan (menurunkan) laba saat ini atas suatu usaha
dan manajer bertanggung jawab tanpa mengakibatkan peningkatan
(penurunan) profitabilitas ekonomi jangka panjang unit tersebut (Sugiri,
1998 dalam Arif, 2012). Menurut Scott (2003) terdapat dua cara untuk
mamahami manajemen laba.
Pertama, sebagai perilaku oportunistik
manajemen untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kompensasi,
kontrak utang dan biaya politik.
Kedua, memandang manajemen laba dari
perspektif kontrak efisien, yaitu manajemen laba memberi manajer suatu
fleksibilitas untuk melindungi diri mereka sendiri dan perusahaan dalam
mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan semua
pihak yang terlibat dalam kontrak.
Manajemen laba memiliki pola-pola
tertentu di dalam prakteknya. Menurut Scott (2003) manajemen laba
dilakukan dengan pola sebagai berikut :
1. Taking a bath
Pola manajemen laba yang melaporkan laba pada periode berjalan dengan nilai yang sangat rendah atau sangat tinggi.
2. Income minimization
Pola
manajemen ini seperti taking a bath tapi tidak se-ekstrim pola taking a
bath. Menjadikan laba di periode berjalan lebih rendah dari pada laba
sesungguhnya.
3. Income maximization
Pola manajemen laba ini berkebalikan dengan income minimization. Melaporkan laba lebih tinggi dari pada laba sesungguhnya.
4. Income smoothing
Pola manajemen laba yang paling menarik yaitu dengan cara melaporkan
tingkatan laba yang cenderung berfluktualisasi yang normal pada
periode-periode tertentu. Tindakan para manajer perusahaan yang
melakukan pemanipulasian laporan keuangan dengan menaikkan (menurunkan)
laba perusahaan dinilai merugikan para pengguna laporan keuangan.
Praktik manajemen laba dapat membuat para investor mengambil keputusan
investasi yang salah. Manajer perusahaan memiliki motivasi-motivasi
tertentu dalam memanipulasi data keuangan perusahaan. Scott (2003)
menemukan beberapa motivasi terjadinya manajemen laba, yaitu:
a. Bonus purposes
Manajer akan melakukan tindakan oportunistik dengan memaksimalkan laba
saat ini untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan pribadi.
b. Political motivation
Banyak perusahaan memiliki politik yang terlihat. Terutama untuk
perusahaan yang menaungi hajat hidup banyak orang seperti perusahaan
minyak, gas, dll. Beberapa perusahaan melakukan earnings management
untuk mengurangi visibilitasnya.
c. Taxation motivation
Pajak pendapatan mungkin motivasi yang paling nyata dari manajemen laba.
Otoritas perpajakan cenderung memaksakan peraturan akuntansi mereka
dalam menghitung pajak pendapatan, mengurangi ruang lingkup perusahaan
untuk melakukan manuver.
4. Perubahan CEO
Beberapa dari
motivasi manajemen laba ada pada saat adanya perubahan CEO. Hipotesis
perencanaan bonus memprediksikan bahwa pengunduran diri CEO akan
beberapa terlibat dalam strategi maksimalisasi laba untuk meningkatkan
bonus mereka.
5. IPO
Perusahaan yang akan melakukan IPO
belum memiliki nilai pasar yang telah terbangun. Dan memungkinkan
manajer dari perusahaan going public akan melakukan manajemen laba untuk
menaikkan harga saham mereka.
6. Informasi kepada investor
Manajemen tipikalnya akan memberikan informasi yang terbaik tentang
prospek laba masa depan kepada investor. Dengan memberikan memberikan
estimasi yang baik pada kekuatan laba maka dapat meningkatkan nilai
pasar saham.
2. TUJUAN MANAJEMEN LABA
Manajemen laba dilakukan dengan tujuan mengelabui pemakai laporan
keuangan. Pemahaman ini sejalan dengan teori agensi yang menyatakan
bahwa pemisahan kepemilikan dan pengelolaan perusahaan akan mendorong
manajer berusaha memaksimalkan kesejahteraan, meski harus mengelabui
pihak lain.
ada banyak cara yang dilakukan manajer dalam mempengaruhi laporan keuangan, yang secara singkat dikategorikan sebagai berikut:
Memilih metode dan standar akuntansi
Kebijakan ini relatif lebih mudah diketahui oleh pemakai laporan
keuangan, karena prosedur yang digunakan manajer dalam menyusun laporan
keuangan harus diungkapkan dengan jelas dalam catatan laporan keuangan
bersangkutan, termasuk jika terjadi perubahan metode dan prosedur
akuntansi yang digunakan.
Mengendalikan berbagai akrual
Kebijakan ini relatif lebih sulit terdeteksi oleh pemakai laporan
keuangan, sehingga manajer lebih cenderung memilh kebijakan rekayasa
dengan mengendalikan berbagai akrual.
Manajemen laba dilakukan dengan
mempermainkan komponen-komponen akrual dalam laporan keuangan, sebab
akrual merupakan komponen yang mudah untuk dipermainkan sesuai dengan
keinginan orang yang melakukan pencatatan transaksi dan melakukan
penusunan laporan keuangan. Alasannya, komponen akrual merupakan
komponen yang tidak memerlukan bukti kas secara fisik sehinga upaya
mempermainkan besar kecilnya komponen akrual tidak harus disertai dengan
kas yang diterima atau dikeluarkan perusahaan.
Oleh karena
itu, upaya awal untuk memahami manajemen laba adalah dengan memahami
dasar akuntansi yang selama ini diakui dan digunakan secara luas, yaitu
akuntansi bebasis akrual. Basis akuntansi ini merupakan dasar pencatatan
akuntansi yang mewajibkan perusahaan mengakui hak dan kewajiban tanpa
memperhatikan kapan kas akan diterima atau dikeluarkan. Berbeda dengan
akuntansi berbasis kas yang menghitung pada penerimaan dan pengeluaran
kas secara tunai, sehingga prinsip penandingan (matching cost to
revenue) diabaikan. Akibatnya laporan keuangan keuangan berbasis kas
yang dibuat tidak mencerminkan kinerja sesungguhnya suatu perusahaan
selama periode tertentu. Sehingganya metode akuntansi berbasis akrual
lebih diterima, karena memang tidak semua transaksi perusahaan merupakan
transaksi tunai.
Senin, 05 Januari 2015
Langganan:
Postingan (Atom)