Senin, 05 Januari 2015

manajemen laba

1.PENGERTIAN
       Manajemen laba didefinisikan sebagai usaha manajer untuk melakukan manipulasi laporan keuangan dengan sengaja dalam batasan yang dibolehkan oleh prinsip-prinsip akuntansi yang bertujuan untuk memberikan informasi yang menyesatkan kepada para pengguna laporan keuangan untuk kepentingan para manajer (Meutia, 2004). Menurut Sulistyanto (2008) dalam Nuraini (2012), manajemen laba dilakukan dengan mempermainkan komponen-komponen akrual dalam laporan keuangan, sebab pada komponen akrual dapat dilakukan permainan angka melalui metode akuntansi yang digunakan sesuai dengan keinginan orang yang melakukan pencatatan dan penyusunan laporan keuangan.
       Komponan akrual merupakan komponen yang tidak memerlukan bukti kas secara fisik sehingga mempermainkan besar kecilnya komponen akrual tidak harus disertai dengan kas yang diterima atau dikeluarkan perusahaan (Sulistyanto, 2008 dalam Nuraini, 2012). Sugiri (1998) dalam Arif (2012) mendefinisikan manajemen laba sebagai perilaku manajer yang bermain dalam komponen discretionary accruals dalam menentukan besar labanya. Walaupun tidak menyalahi prinsip-prinsip akuntansi yang diterima umum namun ini dapat mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat pada laporan keuangan eksternal dan menghalangi kompetensi aliran modal di pasar modal (Scott et al., 2001 dalam Meutia, 2004).
       Manajemen laba dalam lingkup yang lebih luas dapat didefiniskan sebagai tindakan manajer dalam meningkatkan (menurunkan) laba saat ini atas suatu usaha dan manajer bertanggung jawab tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomi jangka panjang unit tersebut (Sugiri, 1998 dalam Arif, 2012). Menurut Scott (2003) terdapat dua cara untuk mamahami manajemen laba.
Pertama, sebagai perilaku oportunistik manajemen untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kompensasi, kontrak utang dan biaya politik.
       Kedua, memandang manajemen laba dari perspektif kontrak efisien, yaitu manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka sendiri dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan semua pihak yang terlibat dalam kontrak.
Manajemen laba memiliki pola-pola tertentu di dalam prakteknya. Menurut Scott (2003) manajemen laba dilakukan dengan pola sebagai berikut :
1. Taking a bath
Pola manajemen laba yang melaporkan laba pada periode berjalan dengan nilai yang sangat rendah atau sangat tinggi.

2. Income minimization
Pola manajemen ini seperti taking a bath tapi tidak se-ekstrim pola taking a bath. Menjadikan laba di periode berjalan lebih rendah dari pada laba sesungguhnya.

3. Income maximization
    Pola manajemen laba ini berkebalikan dengan income minimization. Melaporkan laba lebih tinggi dari pada laba sesungguhnya.

4. Income smoothing
         Pola manajemen laba yang paling menarik yaitu dengan cara melaporkan tingkatan laba yang cenderung berfluktualisasi yang normal pada periode-periode tertentu. Tindakan para manajer perusahaan yang melakukan pemanipulasian laporan keuangan dengan menaikkan (menurunkan) laba perusahaan dinilai merugikan para pengguna laporan keuangan. Praktik manajemen laba dapat membuat para investor mengambil keputusan investasi yang salah. Manajer perusahaan memiliki motivasi-motivasi tertentu dalam memanipulasi data keuangan perusahaan. Scott (2003) menemukan beberapa motivasi terjadinya manajemen laba, yaitu: 

a. Bonus purposes
   Manajer akan melakukan tindakan oportunistik dengan memaksimalkan laba saat ini untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan pribadi.

b. Political motivation
    Banyak perusahaan memiliki politik yang terlihat. Terutama untuk perusahaan yang menaungi hajat hidup banyak orang seperti perusahaan minyak, gas, dll. Beberapa perusahaan melakukan earnings management untuk mengurangi visibilitasnya.

c. Taxation motivation
   Pajak pendapatan mungkin motivasi yang paling nyata dari manajemen laba. Otoritas perpajakan cenderung memaksakan peraturan akuntansi mereka dalam menghitung pajak pendapatan, mengurangi ruang lingkup perusahaan untuk melakukan manuver.

4. Perubahan CEO
   Beberapa dari motivasi manajemen laba ada pada saat adanya perubahan CEO. Hipotesis perencanaan bonus memprediksikan bahwa pengunduran diri CEO akan beberapa terlibat dalam strategi maksimalisasi laba untuk meningkatkan bonus mereka.

5. IPO
    Perusahaan yang akan melakukan IPO belum memiliki nilai pasar yang telah terbangun. Dan memungkinkan manajer dari perusahaan going public akan melakukan manajemen laba untuk menaikkan harga saham mereka.

6. Informasi kepada investor

Manajemen tipikalnya akan memberikan informasi yang terbaik tentang prospek laba masa depan kepada investor. Dengan memberikan memberikan estimasi yang baik pada kekuatan laba maka dapat meningkatkan nilai pasar saham.

2. TUJUAN MANAJEMEN LABA
Manajemen laba dilakukan dengan tujuan mengelabui pemakai laporan keuangan. Pemahaman ini sejalan dengan teori agensi yang menyatakan bahwa pemisahan kepemilikan dan pengelolaan perusahaan akan mendorong manajer berusaha memaksimalkan kesejahteraan, meski harus mengelabui pihak lain.
ada banyak cara yang dilakukan manajer dalam mempengaruhi laporan keuangan, yang secara singkat dikategorikan sebagai berikut:

    Memilih metode dan standar akuntansi

Kebijakan ini relatif lebih mudah diketahui oleh pemakai laporan keuangan, karena prosedur yang digunakan manajer dalam menyusun laporan keuangan harus diungkapkan dengan jelas dalam catatan laporan keuangan bersangkutan, termasuk jika terjadi perubahan metode dan prosedur akuntansi yang digunakan.


    Mengendalikan berbagai akrual

Kebijakan ini relatif lebih sulit terdeteksi oleh pemakai laporan keuangan, sehingga manajer lebih cenderung memilh kebijakan rekayasa dengan mengendalikan berbagai akrual.
Manajemen laba dilakukan dengan mempermainkan komponen-komponen akrual dalam laporan keuangan, sebab akrual merupakan komponen yang mudah untuk dipermainkan sesuai dengan keinginan orang yang melakukan pencatatan transaksi dan melakukan penusunan laporan keuangan. Alasannya, komponen akrual merupakan komponen yang tidak memerlukan bukti kas secara fisik sehinga upaya mempermainkan besar kecilnya komponen akrual tidak harus disertai dengan kas yang diterima atau dikeluarkan perusahaan.
 Oleh karena itu, upaya awal untuk memahami manajemen laba adalah dengan memahami dasar akuntansi yang selama ini diakui dan digunakan secara luas, yaitu akuntansi bebasis akrual. Basis akuntansi ini merupakan dasar pencatatan akuntansi yang mewajibkan perusahaan mengakui hak  dan kewajiban tanpa memperhatikan kapan kas akan diterima atau dikeluarkan. Berbeda dengan akuntansi berbasis kas yang menghitung pada penerimaan dan pengeluaran kas secara tunai, sehingga prinsip penandingan (matching cost to revenue) diabaikan. Akibatnya laporan keuangan keuangan berbasis kas yang dibuat tidak mencerminkan kinerja sesungguhnya suatu perusahaan selama periode tertentu. Sehingganya metode akuntansi berbasis akrual  lebih diterima, karena memang tidak semua transaksi perusahaan merupakan transaksi tunai.





MANAJEMEN LABA
1.PENGERTIAN
Manajemen laba didefinisikan sebagai usaha manajer untuk melakukan manipulasi laporan keuangan dengan sengaja dalam batasan yang dibolehkan oleh prinsip-prinsip akuntansi yang bertujuan untuk memberikan informasi yang menyesatkan kepada para pengguna laporan keuangan untuk kepentingan para manajer (Meutia, 2004). Menurut Sulistyanto (2008) dalam Nuraini (2012), manajemen laba dilakukan dengan mempermainkan komponen-komponen akrual dalam laporan keuangan, sebab pada komponen akrual dapat dilakukan permainan angka melalui metode akuntansi yang digunakan sesuai dengan keinginan orang yang melakukan pencatatan dan penyusunan laporan keuangan.
Komponan akrual merupakan komponen yang tidak memerlukan bukti kas secara fisik sehingga mempermainkan besar kecilnya komponen akrual tidak harus disertai dengan kas yang diterima atau dikeluarkan perusahaan (Sulistyanto, 2008 dalam Nuraini, 2012). Sugiri (1998) dalam Arif (2012) mendefinisikan manajemen laba sebagai perilaku manajer yang bermain dalam komponen discretionary accruals dalam menentukan besar labanya. Walaupun tidak menyalahi prinsip-prinsip akuntansi yang diterima umum namun ini dapat mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat pada laporan keuangan eksternal dan menghalangi kompetensi aliran modal di pasar modal (Scott et al., 2001 dalam Meutia, 2004).
Manajemen laba dalam lingkup yang lebih luas dapat didefiniskan sebagai tindakan manajer dalam meningkatkan (menurunkan) laba saat ini atas suatu usaha dan manajer bertanggung jawab tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomi jangka panjang unit tersebut (Sugiri, 1998 dalam Arif, 2012). Menurut Scott (2003) terdapat dua cara untuk mamahami manajemen laba.
Pertama, sebagai perilaku oportunistik manajemen untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kompensasi, kontrak utang dan biaya politik.
Kedua, memandang manajemen laba dari perspektif kontrak efisien, yaitu manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka sendiri dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan semua pihak yang terlibat dalam kontrak.
Manajemen laba memiliki pola-pola tertentu di dalam prakteknya. Menurut Scott (2003) manajemen laba dilakukan dengan pola sebagai berikut :
1. Taking a bath
Pola manajemen laba yang melaporkan laba pada periode berjalan dengan nilai yang sangat rendah atau sangat tinggi.

2. Income minimization
Pola manajemen ini seperti taking a bath tapi tidak se-ekstrim pola taking a bath. Menjadikan laba di periode berjalan lebih rendah dari pada laba sesungguhnya.

3. Income maximization
    Pola manajemen laba ini berkebalikan dengan income minimization. Melaporkan laba lebih tinggi dari pada laba sesungguhnya.

4. Income smoothing
         Pola manajemen laba yang paling menarik yaitu dengan cara melaporkan tingkatan laba yang cenderung berfluktualisasi yang normal pada periode-periode tertentu. Tindakan para manajer perusahaan yang melakukan pemanipulasian laporan keuangan dengan menaikkan (menurunkan) laba perusahaan dinilai merugikan para pengguna laporan keuangan. Praktik manajemen laba dapat membuat para investor mengambil keputusan investasi yang salah. Manajer perusahaan memiliki motivasi-motivasi tertentu dalam memanipulasi data keuangan perusahaan. Scott (2003) menemukan beberapa motivasi terjadinya manajemen laba, yaitu: 

a. Bonus purposes
   Manajer akan melakukan tindakan oportunistik dengan memaksimalkan laba saat ini untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan pribadi.

b. Political motivation
    Banyak perusahaan memiliki politik yang terlihat. Terutama untuk perusahaan yang menaungi hajat hidup banyak orang seperti perusahaan minyak, gas, dll. Beberapa perusahaan melakukan earnings management untuk mengurangi visibilitasnya.

c. Taxation motivation
   Pajak pendapatan mungkin motivasi yang paling nyata dari manajemen laba. Otoritas perpajakan cenderung memaksakan peraturan akuntansi mereka dalam menghitung pajak pendapatan, mengurangi ruang lingkup perusahaan untuk melakukan manuver.

4. Perubahan CEO
   Beberapa dari motivasi manajemen laba ada pada saat adanya perubahan CEO. Hipotesis perencanaan bonus memprediksikan bahwa pengunduran diri CEO akan beberapa terlibat dalam strategi maksimalisasi laba untuk meningkatkan bonus mereka.

5. IPO
    Perusahaan yang akan melakukan IPO belum memiliki nilai pasar yang telah terbangun. Dan memungkinkan manajer dari perusahaan going public akan melakukan manajemen laba untuk menaikkan harga saham mereka.

6. Informasi kepada investor
     Manajemen tipikalnya akan memberikan informasi yang terbaik tentang prospek laba masa depan kepada investor. Dengan memberikan memberikan estimasi yang baik pada kekuatan laba maka dapat meningkatkan nilai pasar saham.

2. TUJUAN MANAJEMEN LABA
       Manajemen laba dilakukan dengan tujuan mengelabui pemakai laporan keuangan. Pemahaman ini sejalan dengan teori agensi yang menyatakan bahwa pemisahan kepemilikan dan pengelolaan perusahaan akan mendorong manajer berusaha memaksimalkan kesejahteraan, meski harus mengelabui pihak lain.
ada banyak cara yang dilakukan manajer dalam mempengaruhi laporan keuangan, yang secara singkat dikategorikan sebagai berikut:

    Memilih metode dan standar akuntansi

Kebijakan ini relatif lebih mudah diketahui oleh pemakai laporan keuangan, karena prosedur yang digunakan manajer dalam menyusun laporan keuangan harus diungkapkan dengan jelas dalam catatan laporan keuangan bersangkutan, termasuk jika terjadi perubahan metode dan prosedur akuntansi yang digunakan.


    Mengendalikan berbagai akrual

       Kebijakan ini relatif lebih sulit terdeteksi oleh pemakai laporan keuangan, sehingga manajer lebih cenderung memilh kebijakan rekayasa dengan mengendalikan berbagai akrual.
Manajemen laba dilakukan dengan mempermainkan komponen-komponen akrual dalam laporan keuangan, sebab akrual merupakan komponen yang mudah untuk dipermainkan sesuai dengan keinginan orang yang melakukan pencatatan transaksi dan melakukan penusunan laporan keuangan. Alasannya, komponen akrual merupakan komponen yang tidak memerlukan bukti kas secara fisik sehinga upaya mempermainkan besar kecilnya komponen akrual tidak harus disertai dengan kas yang diterima atau dikeluarkan perusahaan.
      Oleh karena itu, upaya awal untuk memahami manajemen laba adalah dengan memahami dasar akuntansi yang selama ini diakui dan digunakan secara luas, yaitu akuntansi bebasis akrual. Basis akuntansi ini merupakan dasar pencatatan akuntansi yang mewajibkan perusahaan mengakui hak  dan kewajiban tanpa memperhatikan kapan kas akan diterima atau dikeluarkan. Berbeda dengan akuntansi berbasis kas yang menghitung pada penerimaan dan pengeluaran kas secara tunai, sehingga prinsip penandingan (matching cost to revenue) diabaikan. Akibatnya laporan keuangan keuangan berbasis kas yang dibuat tidak mencerminkan kinerja sesungguhnya suatu perusahaan selama periode tertentu. Sehingganya metode akuntansi berbasis akrual  lebih diterima, karena memang tidak semua transaksi perusahaan merupakan transaksi tunai.